Tuesday, September 21, 2010

semrawut







abis jalan2 ke petak 9 glodok, ya mungkin udah sering liat foto kaya gini, tapi saya suka dengan kesemrawutan ini...
enjoy! salam semrawut!

Thursday, September 16, 2010

ambigu





talent : adrin & ichi

Tuesday, August 24, 2010

saya pengen santay di pantay











Friday, August 20, 2010

teu puguh



Monday, August 9, 2010

pina


ya ini dia si Pina

Sunday, July 25, 2010

h o l l o w



Thursday, May 20, 2010

treessquare






All Photos Copyright (c) 2010 by andriazmo.

Monday, May 3, 2010

hello outside there?


Monday, April 19, 2010

" Differences are beautiful "





apple story

Monday, April 5, 2010

imaji pasif


woyy!!


oke


peace


llama, ???

Thursday, March 25, 2010

heloheli





date: 23/03/2010 @GI Heli Pad

Wednesday, March 24, 2010

endapan asa dan halusinasi mati

all you need

dont wipe your tear, wipe your fear


and i fall



All Photos Copyright (c) 2010 by andriazmo.

Tuesday, March 2, 2010

hingga redup

hingga redup I














hingga redup II

I still need the lantern in the Daylight

All Photos Copyright (c) 2010 by andriazmo.

Sunday, February 28, 2010

SAMAR Exhibition @ Media





http://portaltiga.com/lifestyle/?f=13650
http://www.bandungmagazine.com/pameran-foto-dan-foto-coup-de-neuf-6-16feb2010/
http://bataviase.co.id/node/110387
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/16/15531829/akademia.

SAMAR Exhibition @ Pikiran Rakyat


Pameran Foto “Terkadang Samar Itu Jelas”
Antara Kata dan Citra



Ruangan Galeri CCF Bandung itu dipenuhi 24 foto monokrom yang boleh dibilang buram, samar, pudar, atau abstrak. Foto-foto yang terpajang di sepanjang dinding galeri itu memang bukan layaknya foto yang berdiri ajek, jelas, dan fokus. Beberapa pengunjung mengernyitkan dahi, mencoba menafsir di balik foto-foto samar tersebut. Rangkaian foto samar itulah yang dipamerkan oleh fotografer muda Kota Bandung, Andri Krisdianto dalam pameran foto "Terkadang Samar itu Jelas" di Galeri CCF pada (15-26/2) lalu.

"Pengunjung dipersilakan menafsir sendiri. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa di balik samarnya foto, ada sesuatu yang lain," tutur Andri yang mulai mengumpulkan karya untuk pameran ini sejak tiga tahun lalu.

Sesuatu yang "lain", menurut Andri, adalah rangkaian kata dan prosa yang ia susun menjadi puisi dan menjadi salah satu inspirasi yang ia gambarkan dalam bentuk foto. Jadi, ia menyembunyikan selongsong makna di dalamnya. Dalam karyanya terlihat Andri ingin mendobrak beberapa pakem konvensional dunia fotografi. Ia seolah meninggalkan aturan-aturan baku dan hal-hal teknis, selain hanya ingin menampilkan penampilan citra estetika. Misal, ia hadir dengan foto buram dengan identitas yang abstrak.

Contohnya, dalam karyanya berjudul "Mutilation Transition" yang `hanya` menampilkan potongan badan tanpa kepala. Atau pada karya "Hilang dan Terlupakan I" dan "Hilang dan Terlupakan II" yang menampilkan figur kepala tanpa kaki dan kaki tanpa kepala. Ia menampilkan identitas yang "mengambang", seolah bukan bagian sebuah objek tubuh yang utuh. Kalau disimak, mayoritas dalam karya-karyanya, Andri memang bermain-main dengan identitas yang abstrak entah itu objek tak utuh atau sebatas siluet. Ia melepaskan atribut identitas dengan berani sehingga antara objek dengan latar pun sama kuatnya. Tak ada objek yang saling mendominasi.

"Saya hanya mengajak untuk menikmati dan merasakan isi karya," ujar pria yang sudah malang melintang di bidang industri kreatif.

Namun, sebagai sebuah karya foto yang terbangun dari puisi, prosa, maupun lirik, menurut pegiat dan pengamat fotografi Galih Sedayu, ia minim pesan. Hal itu terlihat dari tema pameran yang tidak jelas karena tidak adanya proses kura- torial dan deskripsi karya sehingga antara kata dan citra, berdiri sendiri-sendiri.

"Secara teknis, sudah oke. Karya Andri sudah cukup baik dengan teknik blurring, monotone, dualtone, atau pemakaian saturasi rendah. Hanya, tak terbangun pesan atau komunikasi antara si artis dengan pengunjung. Ketika dalam katalog Andri mengutarakan bahwa idenya tercipta dari karya-karya puisinya, tetapi kita tidak melihat satu kesatuan utuh antara puisi dengan foto, " ujar Galih Sedayu. "Idealnya dalam pameran foto terbangun wacana baru yang terangkum dalam tema pameran atau kuratorial sehingga ada komunikasi publik," ujarnya. (Idhar Resmadi) ***
Penulis:

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=129555